Nama : Maulisa Santi
NIM : 0901290597
Tugas Mid Perbandingan Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Sumber: Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Sumber: http://id.wikipedia.org
Pendidikan dapat dipandang sebagai proses membantu peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal dalam seluruh aspek kepribadiannya sesuai dengan potensi yang dimiliki dan sistem nilai yang berlaku di lingkungan sosial-budaya dimana dia hidup.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut.
Pendidikan adalah pembelajaran pemahaman, informasi, dan kemampuan selama hidup. Pengajar memberikan banyak pelajaran termasuk membaca, menulis, matematika, pengetahuan alam, dan sosial (sejarah). Pengajar adalah spesialisasi profesi seperti astronomi, hukum, ilmu hewan, hanya dapat mengajarkan bidang tersebut, biasanya seperti profesor di institusi belajar tingkat tinggi. Ada banyak petunjuk khusus untuk dapat memiliki kemampuan dalam spesialisasi seperti itu, misalnya persyaratan untuk menjadi pilot. Ada berbagai media dari kesempatan pendidikan pada level non formal juga termasuk pemahaman dan kemampuan belajar selama hidup, termasuk pendidikan yang berasal dari pengalaman.
Sumber: http://wikipedia.org
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang melalui upaya pengajaran dengan menitikberatkan pada pembentukan dan pengembangan kepribadian.
Sumber: http://khatulistiwa.net
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan proses mengubah keadaan anak didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dengan berbagai cara untuk mempersiapkan masa depan yang baik baginya.
Pengertian Perbandingan Pendidikan
Istilah perbandingan pendidikan jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris berarti comparative education. Kata comparative diartikan sebagai bersamaan atau sama, sedangkan kata education diartikan sebagai pendidikan. Dengan demikian, berdasarkan pengertian etimologis tersebut maka istilah comparative education memiliki makna terhadap adanya kecenderungan yang sama dalam kegiatan pendidikan.
Dari pengertian etimologis tersebut maka pengertian perbandingan pendidikan secara terminologis berkaitan erat dengan aspek praktis, yakni : membandingkan sesuatu dengan (compare with), atau menemukan perbandingan sesuatu (finding comparison). Sehingga dari kedua pengertian ini memunculkan pemahaman terhadap istilah comparative yang apabila dihubungkan dengan kata education berarti suatu upaya untuk membandingkan suatu kegiatan pendidikan yang dilaksanakan atau menemukan perbandingan yang terdapat dalam kegiatan pendidikan.
Pengertian perbandingan pendidikan menurut para ahli:
Ø Issac Leon Kandel (1881-1965)
Studi mengenai teori dan praktek pendidikan sekarang, sebagaimana dipengaruuhi oleh berbagai macam latar belakang, dan merupakan kelanjutan darri sejarah pendidikan.
Ø Carter V. Good
Lapangan studi yang mempunyai tugas untuk mengadakan perbandingan teori dan praktek pendidikan sebagaimana terdapat pada beberapa negeri dengan maksud untuk mengadakan perluasan pemandangan dan pengetahuan tentang pendidikan diluar negeri sendiri.
Manfaat Perbandingan Pendidikan Bagi Pengembangan Pendidikan
Studi perbandingan pendidikan, sebagai studi tentang masalah- masalah yang berhubungan dengan pendidikan, sudah barang tentu akan sangat berguna atau memberikan sumbangan bagi pertumbuhan atau perkembangan ilmu pendidikan, balk ilmu pendidikan yang bersifat teoritis atau filosofis. Ilmu pendidikan yang bersifat praktis. Maupun ilmu pendidikan yang bersifat histeris. Disamping memeiliki nilai guna untuk menumbuh kembangkan ilmu pendidikan itu, studi perbandingan pendidikan, juga mem.punyai nilai-nilai guna yang bersifat praktis, antara lain :
1. Dengan studi perbandingan pendidikan antara berbagai negara/ bangsa, maka paling tidak akan terjadi pengertian dan pemahaman yang bersifat timbal-balik dan saling pengertian antar bangsa dan negara-negara yang mempunyai sistem pendidikan yang berbeda-beda tersebut. Selanjutnya akan sating mengetahui kekuatan dan kelebihan Serta kekurangan dan kelemahan masing-masing, yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kerjasama dan saling membantu dalam mengatasi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi masing-masing bangsa/negara.
2. Dengan mengadakan studi perbandingan pendidikan di luar batas/lingkungan Negara/bangsa sendiri, diharapkan akan memperluas wawasan dan pengetahuan kita tentang sistem pendidikan yang berlaku dan berkembang di negara lain, terutama dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju dan modern. Dan dengan demikian diharapkan akan terjadi proses atau palingtidak akan memberikan pengaruh terhadap usaha-usaha pembaharuan dan moderensi sistem pendidikan kita sendiri.
3. Dengan studi perbaandingan pendidikan itu, juga akan mendorong timbulnya sikap keterbukaan antar bangsa, untuk sating hormat-menghormati, saling memberi dan menerima, atas dasar persamaan,k ebebasan den persaudaraan, untuk mewujudkan kehidupan bersama antar bangsa yang aman, damai dan sejahtera. Kehidupan yang demikian itulah, yang dikehendaki oleh misi Islam sebagai "rahmatan lil 'alamin". Dengan demikian, studi perbandingan pendidikan ini, juga mempunyai daya guna bagi realisasi misi atau tujuan ajaran Islam untuk mewujudkan kehidupan yang aman damai dan sejahtera, atau sebagairahmatan lil alamin.
Sumber: Tadjab. 1994. Perbandingan Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.
2. Permasalahan Pendidikan yang dihadapi Indonesia
Ø Kecilnya Anggaran APBN untuk Bidang Pendidikan.
Dalam dunia pendidikan memerlukan anggaran besar, terutama untuk pembangunan dan pemeliharaan gedung, pengadaan peralatan, dan biaya operasional sekolah. Aktivitas sekolah akan terganggu jika tidak didukung anggaran yang memadai. Diperkirakan, semakin besar besar anggaran yang dimiliki akan semakin meningkat kualitas pendidikannya. Bila kita harus bicara angka, negara-negara berkembang dan maju pada umumnya sudah mengalokasi dana pendidikan lebih tiga persen dari GNP total, sementara itu kita masih di bawah angka dua persen. Berdasarkan catatan UNDP (1999), negara-negara maju seperti AS dan Kanada sudah mengalokasi dana pendidikan senilai 5,4 dan 7,5 persen dari GNP. Negara-negara berkembang lainnya seperti Malaysia dan Thailand masing-masing sudah mengalokasi dana pendidikan senilai 5,2 persen dan 4,1 persen dari GNP. Rata-rata dana pendidikan yang dialokasi terhadap GNP di negara-negara berkembang adalah 3,8 persen. Dana pendidikan di Indonesia sangat kecil karena hanya tercatat 1,4 persen terhadap GNP. Ironisnya, dana pendidikan di Indonesia lebih kecil nilainya dibanding dana pendidikan di beberapa negara tertinggal (least developed country) seperti Nepal, Banglades, Senegal, Malawi dan sebagainya. Nepal sudah berani mengalokasi dana pendidikan sebesar 3,1 persen terhadap GNP, Banglades 2,9 persen, dan Senegal 3,5 persen. Malawi bahkan sudah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 5,5 persen dari GNP-nya. Tercatat, pada tahun 2007 alokasi anggaran untuk pendidikan sekitar 11,3 persen dari APBN, sedangkan pada tahun 2008 turun menjadi 10,9 persen dari RAPBN. Menurunnya alokasi anggaran itu cukup memprihatinkan, sebab akan berdampak buruk tidak hanya bagi perkembangan pendidikan, tapi juga pembangunan manusia di Indonesia. dengan belum memadainya anggaran pendidikan itu, kondisi pendidikan di Indonesia cukup memprihatinkan. Ini terindikasi dari kondisi gedung dan perlengkapannya. Tidak sedikit gedung sekolah di Indonesia terancam ambruk. Juga tidak sedikit sekolah yang hanya memiliki standar kelayakan minimal, yakni sebatas memiliki gedung dan guru. Umumnya, sekolah dengan standar demikian akan menghasilkan siswa dengan pengetahuan yang juga minimal.
Sepatutnya, anggaran pendidikan mendapat prioritas tinggi dalam pembangunan, agar sejalan dengan upaya untuk memajukan bangsa. Dikhawatirkan, jika tidak ada upaya ke arah itu, maka bangsa Indonesia akan kian tertinggal, bahkan akan terlampaui oleh negara-negara yang tingkat kemajuannya kini masih di bawah Indonesia, seperti Myanmar, Banglades, Nepal, dan Bhutan.
Hal itu dapat saja terjadi mengingat negara-negara yang tergolong miskin itu mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup besar. Bahkan berdasarkan catatan Unesco pada tahun 2003, Myanmar telah mengalokasikan anggaran pendidikan sekitar 18 persen dari total anggaran belanja, Banglades 16 persen, Nepal 14 persen, dan Bhutan 13 persen. Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen. Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN.
Miskinnya dana dalam dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan sekolah dan fasilitas pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal serta optimal. Akibatnya, rakyat tetap buta huruf dan begitu seterusnya. Jangan harap pula, kita bisa menjadi bangsa maju. Yang pasti, tidak adanya anggaran cukup dan besar dari pemerintah pusat maupun daerah dalam bentuk anggaran pendapatan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) sangat memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan, termasuk dalam agenda Millineum Development Goals (MDGs): cerdas, pintar, terampil, dan seterusnya.
Ø Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
Ø Rendahnya Kualitas dan Kesejahteraan Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
Masalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru-guru seringkali dijadikan faktor penyebab rendahnya motivasi guru mengajar dan kedisiplinan guru. Rendahnya motivasi mempengaruhi proses pembelajaran di kelas sehingga cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Secara umum guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor kesejahteraannya, dan lain-lain. Khusus guru, di Indonesia untuk tahun 2005 saja terdapat kekurangan tenaga guru sebesar 218.838 (menurut data direktorat tenaga kependidikan).
Ø Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan.
Kesempatan memperoleh pendidikan Sebagian besar masyarakat masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut
Ø Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
Ø Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Dalam hal ini pemerintahlah yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, sebuah alasan klasik, keterbatasan dana, selalu dimunculkan pihak pemerintah untuk menghindari masalah ini. Biaya pendidikan yang mahal ini menyulitkan sebagian masyarakat Indonesia yang kurang mampu. Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya anak-anak Indonesia yang terancam putus sekolah. Oleh karena itu, sangatlah di perlukan peningkatan dana pendidikan di Indonesia agar dapat membantu masyarakat Indonesia yang kurang mampu melalui program beasiswa, orang tua asuh, dan dapat juga dengan pembebasan biaya pendidikan.
Sumber:
3. Penyebab Kemajuan yang Pesat Pendidikan di Malaysia
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagaimana dikutip oleh Suwantin Oemar, Wartawan Bisnis Indonesia (17 Februari 2010). Diketahui bahwa pada tahun 2009 jumlah paten Internasional yang diajukan Malaysia ke WIPO sejumlah 218 sedangkan Indonesia hanya berjumlah 7 saja. Dari data ini sangat mudah untuk difahami mengapa pendidikan di Malaysia sangat maju, karena ditopang penelitian dan pengembangan teknologi yang berorientasi komersial. Sedangkan Indonesia hanya 7 paten Internasional saja di tahun 2009 mengindikasikan bahwa riset dan teknologi di Indonesia belum sepenuhnya berorientasi komersial atau hasil riset dan teknologinya belum dapat dikomersialkan, hanya sebatas untuk mendapatkan kredit poin, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sudarmanto, Ketua Asosisi Pengelola Kekayaan Intelektual (Aspeki).
Pada era tahun 80an mungkin kita banyak melihat banyak mahasiswa Malaysia yang berkuliah di Indonesia. Bahkan di IPB sendiri tempat dimana saya pernah mengenyam kuliah, di daftar buku alumni sekitar tahun 80 an ke atas banyak saya temukan mahasiswa dari Malaysia yang mengambil kuliah di IPB. Namun, sekarang keadaan terbalik, banyak sekali guru-guru besar Indonesia yang menjadi dosen di Malaysia. Saya yakin banyaknya paten Internasional yang diajukan Malaysia ke WIPO tidak terlepas dari keberaadaan guru-guru besar Indonesia yang berkarya di sana.
MoU 3 Kementrian
Beruntung 3 Kementrian Indonesia sekarang mulai menjalin kerjasama untuk meningkatkan kerjasama, kesadaran dan pemahaman mengenai keberadaan dan pentingnya pemanfaatan sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang efektif dan terpadu serta upaya untuk mendorong masyarakat untuk berinovasi, tiga kementrian tersebut adalah Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Riset dan Teknologi dan Kementrian Hukum dan Ham. Dalam sambutannya Menteri Hukum dan Ham Patrialis Akbar mengatakan bahwa “Pemerintah Indonesia telah menyusun Kebijakan Nasional Kekayaan Intelektual (KNKI) yang dibutuhkan sebagai sebuah petunjuk prinsip (principal guidance) kepada seluruh pemangku kepentingan HKI (IP stake holder) dalam membangun dan mempromosikan kekayaan intelektual sebagai alat pembangunan teknologi, ekonomi dan sosial. Maksud utama KNKI adalah menjadikan kekayaan intelektual sebagai mesin baru pertumbuhan (new engine of growth) untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial (www.dgip.go.id).
Semoga saja MoU yang telah dilakukan ketiga kementrian ini dapat mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia dalam menghasilkan riset dan teknologi. Sehingga kita bisa mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan dari Malaysia.
Semoga saja MoU yang telah dilakukan ketiga kementrian ini dapat mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia dalam menghasilkan riset dan teknologi. Sehingga kita bisa mengejar ketertinggalan dalam bidang pendidikan dari Malaysia.
Sumber:
4. Kemajuan Pendidikan di Singapura
Kemajuan pendidikan di Singapura didukung oleh banyak faktor. Diantaranya yaitu adanya fasilitas yang memadai. Contohnya, setiap sekolah di Singapura memiliki akses internet bebas. Setiap sekolah juga memiliki web sekolah yang berguna untuk menghubungkan siswa, guru, dan orangtua.. Selain itu, di setiap kelas terdapat Liquid Crystal Display (LCD) untuk proses pembelajaran. Fasilitas lainnya yaitu tersedianya sistem transportasi yang memiliki akses ke semua sekolah di Singapura yang memudahkan siswa untuk menuju ke sekolahnya.
Faktor biaya juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Karena jika biaya sekolah murah, setiap orang di negara tersebut dapat mengenyam pendidikan dengan mudah. Di Singapura, biaya pendidikan disesuaikan dengan kemampuan rakyat, ditambah lagi dengan beasiswa bagi rakyat yang kurang beruntung.
Faktor biaya juga sangat mempengaruhi kualitas pendidikan. Karena jika biaya sekolah murah, setiap orang di negara tersebut dapat mengenyam pendidikan dengan mudah. Di Singapura, biaya pendidikan disesuaikan dengan kemampuan rakyat, ditambah lagi dengan beasiswa bagi rakyat yang kurang beruntung.
Faktor lain yang menyebabkan Singapura menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik di ASEAN adalah faktor pendidik. Proses penyaringan untuk menjadi guru sangat ketat dan calon guru yang diterima disesuaikan dengan jumlah guru yang diperlukan, sehingga semua calon guru tersebut pasti akan mendapatkan pekerjaan. Setelah teraudisi, para calon guru diberi pelatihan sebelum bekerja, sehingga guru-guru sudah mendapatkan pembekalan sebelumnya. Selain itu, gaji yang diberikan untuk guru-guru di Singapura juga banyak. Hal itu menyebabkan kehidupan guru-guru terjamin kesejahteraannya.
Sumber:
Singapura sadar akan potensi kekurangan tenaga kerja. Niat Singapura untuk menawarkan beasiswa bukan sekadar menjadikan mereka sebagai tenaga di Singapura suatu saat. Bagi mahasiswa yang kembali bekerja di negara asalnya, setidaknya diharapkan bisa menjadi orang yang kenal dan sayang dengan Singapura dan bisa menjadi jaringan Singapura di kemudian hari.
Bukan itu saja, dengan mengundang mahasiswa dari luar, Pemerintah Singapura otomatis membuat warganya terbiasa bergaul secara internasional ketika masih berada di sekolah. Itu sesuai dengan posisi Singapura sebagai hub regional sehingga warganya tidak menjadi seperti katak di bawah tempurung. Bicara soal silabus dan kurikulum, departemen pendidikan di Singapura setiap kali bekerja untuk melakukan evaluasi. Setiap perkembangan baru selalu disisipkan pada silabus baru.
Jadi, itulah pendidikan di Singapura, bukan sekadar menyediakan sarana dan prasarana yang baik, tetapi terus melakukan up-dating dari tahun ke tahun. Itu semua dilakukan sebagai pengejawantahan visi dan misi pendidikan di Singapura.
Bukan itu saja, iklim persaingan di antara keluarga dan komunitas di Singapura menjadi salah satu kunci rahasia sukses pendidikan di Singapura. Bayangkan, orangtua, rekan, pasangan, atau pacar seperti “memaksa” siswa dan mahasiswa untuk menjadi juara satu atau tidak sama sekali. Hanya ada satu orang juara satu. Akan tetapi, dengan prinsip itu, semua orang berlomba mendapatkan nilai terbaik dan tidak jarang sejumlah besar mahasiswa sama-sama memiliki nilai A semuanya.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar