Anak dengan Perilaku Penakut
Takut adalah emosi yang kuat dan tidak menyenangkan, yang disebabkan oleh kesadaran atau antisipasi akan adanya suatu bahaya (Schaefer dan Millman).
Ketakutan yang khas pada anak-anak:
takut gelap, ditinggalkan, suara keras, penyakit, hantu, binatang, orang asing, situasi yang tidak dikenal.
• Luka fisik : racun, operasi, perang, ketakutan diculik.
• Badai : kejadian-kejadian alam, huru-hara, keadaan gelap, kematian.
• Stress psikis : ujian yang dihadapi, kesalahan yang dilakukan, kejadian-kejadian sosial, sekolah, kritik.
Sekurangnya 50% anak memiliki ketakutan umum terhadap anjing, situasi gelap, petir, dan hantu. 10 % dari mereka mempunyai dua atau lebih ketakutan yang bersifat serius. Usia 2 – 4 tahun sering terjadi ketakutan: binatang, badai, gelap, orang asing. Pada usia 5 – 9 tahun mulai berkurang. Usia – 6 tahun ketakutan imajiner seperti takut hantu menonjol dan mencapai puncaknya usia 9 tahun, tetapi kebanyakan menghilang pada usia 10 tahun.
Dari sudut pandang positif
Ketakutan meningkatkan pertahanan dengan menjadikan seseorang lebi waspada terhadap bahaya dan mempersiapkan seseorang untuk melindungi dirinya. Menurut Schaefer dan Hillman, secara fisiologis aliran adrenalin menyiapkan tubuh untuk mengambil tindakan berupa perilaku menghadapi obyek yang ditakuti atau sebaliknya, lari.
Menurut Suran dan Rizzo
Ketakutan dapat membuat anak menghindari situasi kompetitif, ketakutan juga mengganggu hubungan anak dengan teman sebayanya.
Penanganan anak yang penakut
• Bermain, contoh anak takut terhadap dokter gigi dapat mengajak anak bermain menjadi pasien dan dokter gigi. Sebaiknya juga didukung buku-buku bergambar.
• Menunjukkan empati dan dukungan. “Anak-anak memang banyak yang takut petir. Tatapi tidak apa-apa. Nanti kamu juga akan belajar bagaimana petir itu terjadi.”
• Mengekspos situasi yang menakutkan kepada anak. Mengunjungi rumah sakit, menirukan suara petir disertai penjelasan.
• Menjadi model
• Memberi reward terhadap keberanian.
Anak yang Rendah Diri
Orang umum menyebut perasaan rendah diri dengan istilah minder.
Anak yang rendah diri adalah anak yang memberi penilaian yang rendah terhadap dirinya, termasuk pada kompetensi-kompetensi yang dimilikinya.
Karakteristik anak rendah diri
• Tidak optimis terhadap hasil usanya
• Merasa tidak mampu
• Pesimis
• Mudah kecil hati
• Segala sesuatu selalu dilihat salah
• Mudah menyerah dan merasa diintimidasi
• Frustasi dan marah kurang dapat dikendalikan akhirnya melahirkan perilaku balas dendam pada orang lain atau dirinya sendiri
• Anak yang merasa gagal sering merasa bahwa reward yang mereka terima merupakan keberuntungan dan adanya kesempatan, bukan hasil dari tindakannya sendiri.
Penanganan anak rendah diri
• Meningkatkan pemahaman diri: memberi pengertian tidak ada orang yang sempurna, semua memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda-beda.
• Mendukung kompetensi dan kemandirian: meminta anak memberikan solusi alternatif terhadap suatu permasalahan sederhana, atau memberikan dua solusi untuk mengatasi persoalan anak dan memintanya memilih solusi mana yang lebih baik.
• Menyediakan kehangatan dan penerimaan: bersikap optimis terhadap apa yang dilakukan anak “ya, bagus. Kamu pasti bisa”.
• Fokus terhadap hal-hal positif yang dapat dilakukan anak. (fokus pada kelebihan-kelebihan bukan pada kekurangannya)
• Menyediakan pengalaman yang konstruktif, misalnya merencanakan dan menggunakan kegiatan agar anak mau berpartisipasi.
• Meningkatkan rasa percaya diri anak, buat tugas yang bisa dikerjakan anak dan negajari toleransi kepada kegagalan.
• Memberikan reward.
Anak yang Pemalu
Adalah anak yang bereaksi secara negatif terhadap stimulus baru serta menarik diri terhadap stimulus tersebut (Berk, dalam Rini hildayani)
Karakteristik
• Sering menghindari orang lain dan biasanya mudah merasa takut, curiga, hati-hati, dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu.
• Dalam situasi sosial, biasanya tidak mengambil inisiatif, sering diam, berbicara dengan suara pelan, menghindari kontak mata.
• Anak pemalu sering tidak diperhatikan, hal ini karena mereka jarang membuat masalah.
• Dalam situasi sulit sering menarik diri dan meninggalkan tempat.
• Anak usia prasekolah maupun usia sekolah mempunyai kesulitan besar berpartisipasi dengan orang lain.
• Beberapa anak pemalu tampak kurang ramah dan kurang banyak bicara.
• Ada juga yang suka dengan permainan yang dilakukan sendiri (kegiatan soliter)
• Merasa tidak nyaman, menjadi gelisah, ingin meninggalkan situasi sosial, merasa berbeda dan lemah
• Mempunyai keyakinan orang lain berpikir buruk terhadap dirinya
Penanganan
• Mendukung dan memberi reward terhadap sosialisasi yang dilakukan anak
• Mendukung kepercayaan diri dan sikap yang wajar
• Menyediakan suasana yang hangat dan penuh penerimaan
• Melatih keterampilan sosial anak melalui: instruksi, umpan balik, pengulangan perilaku, dan modelling.
Anak yang Pencemas
Beberapa pengertian kecemasan
• Sebagai perasaan gelisah (Rini Hildayani,2009)
• Disama-artikan dengan kekuatiran (Schaefer & Millman)
• Kecemasan ketakutan akan hal-hal yang terjadi dimasa depan ð anak yang takut pada situasi yang akan ditemuinya di TK pada hari pertama masuk sekolah.
• Sebagai keadaan takut yang mempengaruhi berbagai area fungsional. ð keadaan subyek (ketegangan, ketakutan, rasa tdk mampu mengatasi), respon tingkahlaku (menghindar, terganggunya fungsi bicara, motorik), respon fisiologis (ketegangan otot, jantung berdebar, tekanan darah, kecepatan pernapasan, mual, diare, pusing) (Wenar;dalam Rini Hildayani,2009)
Ketakutan ð mengacu pada respons alami terhadap situasi yang berbahaya atau mengancam kehidupan, yang umumnya dibawa sejak lahir dan mempunyai dasar biologis.
Kecemasan ð lebih bersifat global dan berorientasi ke masa depan, melibatkan komponen kognitif dan emosional, suatu keadaan ketika individu merasa sangat takut, tegang, dan kuatir bahwa sesuatu buruk akan terjadi (Halgin & Whitbourne; dalam Rini Hildayani,2009)
Karakteristik anak yang cemas
• Mudah dihinggapi perasaan takut, sering nampak mencari-cari hal yang membuatnya cemas.
• Sering kuatir dan cemas terhadap situasi sehari-hari (bagi orang lain tidak mempedulikan situasi tersebut)
• Anak dengan kecemasan tinggi sering kurang populer, kurang kreatif, kurang fleksibel,
• Mudah bersugesti, ragu-ragu, hati-hati, dan kaku.
• Cenderung berperasaan tegang, kuatir, kesepian, dan merasa kecil hati.
• Menurut Schaefer & Millman, konsep diri cenderung buruk, ketergantungan pada orang yang lebih dewasa dan kurang mengekspresikan kemarahannya kepada orang lain secara terbuka.
• Sedangkan menurut Suran & Rizzo, cenderung menjadi mudah marah, tegang, reaktif, dan waspada secara berlebihan terhadap ancaman dari lingkungan
Penanganan anak pencemas
- Menerima anak dan menenangkan hatinya
- Menggunakan berbagai strategi (melihat buku, mendengarkan lagu, atau menggambar. Kalau perlu mengajari langkah apa yang harus dilakukan bagi anak yang takut kalau menggambar keluar garis, maka mewarnai secara pelan-pelan dan hati-hati).
- Mendorong anak untuk mengekspresikan perasaan
- Meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah (guru mengetahui ‘apa sebabnya?” dan menjadi sumber untuk membantu anak memecahkan masalahnya. Ajak anak memikirkan alternatif)
- Melibatkan bantuan profesional
0 komentar:
Posting Komentar